Tuesday, January 25, 2011

Kegiatan anak menjelang IMLEK



Dalam rangka menyambut hari raya Imlek, SD Xaverius 1 mengajak anak – anak untuk lebih  mengenal kebudayaan Chinese khususnya Imlek, yang tahun ini jatuh pada tanggal 3 Februari 2011. Anak – anak sekarang kurang paham tentang kebudayaan china. Selain mengajak anak – anak membuat karya kami juga menceritakan beberapa cerita seputar Imlek. Anak – anak dengan senang mendengarkannya.
          Anak – anak diajak membuat karya yang bertemakan Imlek. Mulai dari anak kelas 1 sampai kelas 6 semuanya membuat hasta karya. Anak - anak dengan senang membuatnya, sebagian dari karya – karya yang mereka buat dipajang di majalah dinding sekolah. Majalah dinding sekolah adalah salah satu penghargaan dari sekolah untuk anak – anak. anak – anak sangat senang apabila karya mereka ikut masuk dalam majalah dinding sekolah.

Kelas 1 : mewarnai dengan tema Imlek







Kelas 2 : membuat  包 :Hong Bao dari kertas



Kelas 3 : membuat  包 :Hong Bao dari kain flannel

          Anak – anak diajarkan cara membuat Hong Bao atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ang Pao, (dialek hokian). Tidak hanya membuat Ang Pao anak – anak juga diajak untuk menuliskan pengharapan mereka ditahun yang baru kedalam 4 warna kertas. Didalam Ang Pao tersebut terdapat 4 macam warna kertas yaitu pink, hijau, biru, kuning. Kertas – kertas tersebut berisi pengharapan mereka terhadap diri mereka sendiri, orang tua, sekolah dan guru mereka ditahun yang baru.
          Dari 4 carik kertas tersebut kita dapat mengetahui tidak hanya harapan mereka tetapi kita juga dapat mengetahui kendala yang dihadapi anak - anak kita. Sebenarnya tidak ada artinya 4 carik kertas tersebut, tetapi makna yang tersirat dari 4 carik kertas tersebut.
          Dalam salah satu Ang Pao tertulis pengharapan tentang orang tua mereka, mereka menginginkan orang tuanya rukun tidak bertengkar terus, Mereka juga berharap yang terbaik buat kedua orang tuanya. Dengan adanya kertas – kertas tersebut kita bisa memahami sedikit isi hati anak – anak.
Ang Pao
          Ang Pao berasal dari dialek Hokkian yang berarti bungkusan/ amplop merah. Selain digunakan disaat imlek Ang pao juga digunakan untuk melambangkan peristiwa kegembiraan seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru, dan sebagainya. Ang Pao pada hari Imlek mempunyai arti khusus yaitu “ Ya Sui” yang berarti hadiah yang diberikan untuk anak – anak berkaitan dengan bertambahnya umur / pergantian tahun.
          Zaman dahulu hadiah ini berupa manisan, permen, dan makanan. Seiring dengan perjalanan waktu orang tua merasa lebih praktis memberikan hadiah kepada anak – anak dalam bentuk uang dan membiarkan anak untuk memilih hadiah mana yang akan mereka beli. Ya Sui juga bisa berarti mengusir / meminimalkan bencana. Dengan harapan anak – anak atau orang tua yang menerima Ya Sui akan melewati 1 tahun ini dengan aman dan tenteram tanpa ada halangan yang berarti.
          Anak – anak paling suka Imlek karena mereka bisa mendapatkan Ang Pao dari orang tua / orang dewasa yang sudah menikah. Bila orang dewasa yang belum menikah, mereka hanya boleh memberikan uang saja kepada orang tua tidak boleh dibungkus dengan Ang Pao.
          Selain anak – anak yang berhak menerima Ang Pao orang dewasa yang belum menikah juga berhak menerima Ang Pao. Pemberian Ang Pao ini dimaksudkan agar kelak di tahun yang baru dapat memperoleh rezeki yang berlimpah dan nasib yang baik serta masa depan yang cerah. Khusus remaja yang belum menikah Ang Pao juga berarti supaya sipenerima Ang Pao bisa enteng jodohnya. Selain itu uang dalam Ang Pao juga bisa digunakan untuk membayar hutang yang tertunggak. Ang Pao juga menandakan penambahan usia, menghalau penyakit, menolah bala, keselamatan dan sebagainya, selain itu Ang Pao juga berisi doa restu yang baik dari orang tua untuk anaknya dan generasi yang lebih muda.
          Ang Pao biasanya diberikan dalam jumlah  yang berbeda – beda. Biasanya uang yang dipakai untuk mengisi Ang Pao adalah uang kertas, dan jumlahnya tidak boleh mengandung angka 4, karena lafal dari angka 4 bisa berarti “ kematian”. Akan lebih bagus kalau uang yang digunakan untuk mengisi Ang Pao berisikan angka 8 misalnya Rp. 8.000 atau Rp. 88.000 atau lebih besar lagi.
          Ang Pao berwarna merah yang berarti kebahagian dan semangat dalam menempuh hidup yang baru ditahun yang baru.

Asal Mula Ang Pao

Menurut cerita, pada zaman dahulu kala ada seekor binatang yang tinggi besar. Setiap malam tahun baru binatang itu keluar dan mengelus – elus dahi anak yang sedang tertidur, anak – anak yang pernah dibelainya akan menjadi gila. Olah karena itu demi keselamatan sang anak, orang tua menjaga anak – anaknya sepanjang malam, kegiatan ini dinamakan “Sou Cong.
Dahulu  ada sepasang suami istri yang baik dan jujur. Mereka baru mendapatkan seorang anak diusia senja, sehingga mereka sangat menyayangi anaknya. Pada suatu malam tahun baru, agar sang anak tidak diganggu oleh Cong ( Makhluk besar ) itu, kedua orang tuanya menemani anaknya bermain dengan kertas merah yang berisi uang. Setelah sepanjang malam bermain akhirnya sepasang suami istri itupun kelelahan dan ikut tertidur bersama dengan anak mereka. Koin uang yang telah dibungkus dengan kertas merah itu jatuh disamping bantal si anak.
Tak lama kemudian makhluk itu datang, lalu menjulurkan tangannya untuk mengelus kepala anak tersebut. Tiba – tiba bungkusan merah yang ada disisi bantal anak tersebut memancarkan cahaya terang yang membuat makhluk itu berteriak histeris lalu kabur. Kabar itupun tersebar keseluruh penjuru, sejak saat itulah orang tua jaman dulu menaruh kertas merah yang berisi uang dibawah bantal anak – anak mereka.
Versi lainnya dari Ang Pao adalah, dahulu disebuah desa dikuasai oleh roh jahat dan sangat menyeramkan. Roh jahat ini suka menyerang penduduk, dan tak seorangpun yang berani melawan roh jahat itu. Suatu hari datanglah seorang pemuda yatim piatu membawa pedang ajaib warisan dari leluhurnya. Ia dengan berani menghadapi roh jahat itu, pertempuran berlangsung dengan sengit, alhasil pemuda itu berhasil mengalahkan roh jahat itu. Sebagai bentuk tanda terima kasih, para tetua menghadiahkan pemuda itu  sebuah kantong merah yang berisi uang. Sejak saat itulah Ang Pao menjadi tradisi masyarakat Tionghua.
Ang Pao ada dua jenis, pertama adalah merajut gambar naga dengan benang berwarna, dan meletakkannya di kaki ranjang. Kedua adalah Ang Pao yang didalamnya diisi uang.

Kelas 4 : membuat gantungan  :  Chun ( musim semi )



Kelas 5 : membuat 春联 : Chun Lian ( Sajak )


        Setiap Tahun Baru Imlek tiba, masyarakat di China selain makan jiaozi (Chinese dumpling), membakar petasan, saling mengunjungi, dan mengucapkan selamat tahun baru, juga melakukan satu hal yang mencolok, yakni tie chun lian atau menempelkan tulisan di sisi kiri dan kanan pintu rumah atau pintu gerbang. Chun lian itu adalah sepasang tulisan di atas kertas merah. Maksud semula menempel chun lian adalah untuk mengusir hantu dalam rumah atau mencegah roh-roh jahat masuk ke dalam rumah atau suatu wilayah untuk mengganggu anggota rumah atau warga.

Asal mula Chun Lian

          Pada zaman dahulu, di sebelah timur laut negeri itu, ada sebuah hutan pohon persik di atas sebuah gunung, Pohon persik bermacam-macam ukurannya, ada yang kecil, ada juga yang sangat besar. Di antara pohon persik yang ada di hutan itu, terdapat satu pohon yang sangat besar dan memiliki dua lubang pada batangnya. Di dalam dua lubang itu tinggallah kakak-beradik. Sang kakak bernama Shen Tu dan si adik bernama Yu Lei. Shen Tu dan Yu Lei bahu-membahu menjaga hutan pohon persik tersebut.
          Di belakang hutan pohon persik  ada sebuah lubang besar mirip sebuah sumur yang besar. Lubang itu dalam sekali dan dihuni berbagai siluman dan hantu. Umumnya mereka tidak berani keluar lubang dan masuk ke hutan pohon persik, karena ada dua penjaga yang sangat galak, yakni Shen Tu dan adiknya Yu Lei. Shen Tu dan Yu Lei sangat perkasa dan kuat, sampai-sampai binatang-binatang buas di gunung itu sangat takut terhadap mereka. Si harimau tua yang paling di takuti oleh para siluman pun takut terhadap Shen Tu dan Yu Lei. Jika para siluman berani macam-macam mencuri buah persik dengan cepat Shen Tu dan Yu Lei menangkap mereka dan membuangnya ke sarang harimau untuk jadi santapan lezat harimau-harimau gunung.
          Para siluman dan hantu tidak pernah patah arang untuk mencari jalan agar bisa berbuat jahat sesuka mereka. Suatu hari, ketua para hantu dan siluman, sebut saja Nenek Hantu, mengajak warganya untuk rapat. “Kita tidak boleh selamannya tinggal diam. Kita harus mencari jalan untuk bisa keluar dan melakukan apa yang kita suka,” katanya. Para hantu dan siluman pun menyambut dengan gembira motivasi yang di berikan oleh Si Nenek Hantu. “Rupanya Nenek Hantu adalah motivator yang sangat ulung,” demikian pendapat mereka. Lalu, seorang di antara mereka bertanya, ” Jika Shen Tu dan Yu Lei mengejar kita, bagaimana?” Para siluman dan hantu, setelah mendengar pertanyaan ini, segera kembali putus asa.
          Akan tetapi, di tengah keputusasaan itu, seekor hantu cerdik berkata, “Begini, waktu Shen Tu dan Yu Lei tidur kita curi saja perlengkapan dan senjata mereka. Tanpa senjata itu, mereka pasti tak akan berdaya menangkap kita”. “Usul yang sangat bagus. Jika terlaksana, pasti berhasil,” ujar seorang siluman. “Tapi, siapa yang harus pergi mencuri perlengkapan dan senjata mereka?” tanya salah satu dari mereka. Tidak satu siluman dan hantu pun yang berani  mengajukan diri. Mereka sangat paham akan kemampuan Shen Tu dan Yu Lei.
          Tiba-tiba ada seekor hantu kecil pun mempromosikan diri, “Baik, baik, jangan khawatir, aku hantu paling kecil, mereka susah melihat aku. Biar aku yang pergi dan mencuri senjata mereka.” Sementara itu, hari sudah larut malam, dan setelah memeriksa semuanya, Shen Tu dan Yu Lei pun tertidur. Si hantu kecil mulai beraksi ke ruangan tidur Shen Tu dan Yu Lei. Hantu kecil itu agak takut juga, karena senjata itu ada di samping kepala Shen Tu dan Yu lei. Namun, mengingat bahwa jika senjata tidak diambil, mereka akan seterusnya meranam, dengan tekad yang kuat, ia mendekatinya. Shen Tu dan yu Lei tidak terbangun. Dengan semangat si hantu kecil pulang ke istana mereka. Teman-teman dan rekan sejawatnya pun menyambut dengan kegirangan.
          “Ha-ha-ha… mereka tak akan berdaya menangkap kita lagi. Ayo, saatnya kita berpesta. Kita keluar sarang dan segera mengacaukan para penduduk desa.” Mereka dengan bangga menyambut gembira kebebasan mereka. Bahkan para siluman pun berani berteriak untuk mengganggu Shen Tu dan Yu Lei. Shen Tu dan Yu Lei bersiap menangkap para siluman pengacau, tetapi tiba-tiba mereka sadar bahwa senjata mereka sudah hilang. Mereka mencoba mencari, tetapi tidak mendapatinya. Dari kejauhan terlihat si hantu kecil sedang bermain-main dengan senjata mereka.
          Shen Tu tertawa sinis sambil berkata kepada adiknya, “Para siluman itu menyangka dengan membawa senjata itu, maka kita tidak berdaya. Mereka salah, mari kita beri mereka pelajaran!” Dengan segera Shen Tu dan Yu Lei pergi mengambil sebuah dahan dari pohon persik yang paling tua dan besar. Setelah itu, mereka segera berlari ke arah siluman. Para siluman pun mulai ketakutan. Namun, Nenek Hantu berkata , “Jangan takut! Senjata andalan mereka tidak ada di tangan mereka. Mereka bisa berbuat apa terhadap kita? Ayo , kita teruskan pesta.” Mendengar ucapan Nenek Hantu, mereka pun merasa tenang.
          Waktu Shen Tu dan Yu Lei datang, mereka semua malah tertawa sambil mengolok-olok, “Ha-ha-ha kalian datang ke sini mau ngapain? Apa mau cari senjata kalian? Sayang, senjata kalian sekarang sudah menjadi milik kami.” Namun, tanpa diduga, dengan cepat Shen Tu dan Yu Lei menghajar dan menangkap mereka. Dalam waktu singkat mereka semuadiikat dan dilemparkan kembali ke lubang dalam sarang mereka. Rupanya Shen Tu dan Yu Lei tetaplah jagoan meski senjata andalan tidak ada di tangan mereka. Para siluman dan hantu sangat ketakutan dan tidak berani lagi macam-macam jika mendengar nama Shen Tu dan Yu Lei atau mengetahui keberadaan mereka di suatu tempat.
          Sejak saat itu, penduduk desa selalu menggunakan dua lembar kertas yang terbuat dari bahan pohon persik. Pada kertas itu ditulis nama Shen Tu dan Yu Lei pada kertas lain. Kedua kertas itu lalu di tempelkan di sebelah kiri dan kanan pintu rumah atau gerbang. Kalau tahu ada dua nama yang menakutkan itu, para siluman dan hantu tidak akan berani datang mengganggu. Itulah kisah mengapa orang membuat chun lian.
          Pada zaman Dinasti Ming (1369-1644 Masehi) di kota Nanjing, diterapkan bahwa di setiap rumah penduduk harus ada chun lian dari kertas merah di setiap pintu rumah dan gerbang. Tentu chun lian tidak lagi semata bertuliskan nama Shen Tu dan Yu Lei, namun boleh bermacam-macam tulisan hikmah atau berkat. Kertas merah itu sudah menjadi lambang Shen Tu dan Yu Lei, serta tulisan di atasnya adalah kata-kata mutiara atau harapan yan oleh seisi rumah diharapkan bisa terjadi pada tahun yang baru.

Kelas 6 : membuat    : Deng Long  ( Lampion )

Asal usul lentera merah

          Pada masa akhir Dinasti Ming, Li Zicheng, pemimpin pemberontak, bersama tentaranya sedang mempersiapkan diri untuk menguasai kota Kaifeng.
          Demi mendapatkan informasi yang akurat, Li menyamar sebagai penjual beras masuk ke Kaifeng. Setelah mendapat gambaran yang jelas, maka Li menyebarkan berita untuk kalangan rakyat jelata bahwa tentara pemberontak tidak akan mengganggu setiap rumah yang menggantung lentera merah di pintu depan.
          Sekembalinya Li ke markas, dia membuat rencana penyerangan. Para penjaga kota Kaifeng mulai mendapat serangan gencar dari tentara Li dan membuat mereka kewalahan. Tidak berdaya membuat pasukan penjaga kota Kaifeng mengambil jalan pintas membuka bendungan dengan harapan tentara Li tersapu banjir dan hancur. Namun banjir juga melanda rumah penduduk.
          Banyak orang yang berusaha menyelamatkan diri naik ke atap rumah. Bagi rakyat jelata, mereka hanya membawa lentera merah. Sedangkan kaum bangsawan dan pejabat berusaha menyelamatkan harta benda. Banjir terus meninggi dan membuat orang-orang mulai putus asa.
          Demi melihat penderitaan yang akan dialami banyak rakyat jelata, Li memerintahkan anak buahnya menyelamatkan rakyat dengan rakit dan perahu. Yang membawa lentera merah tentunya.
          Untuk memperingati kebaikan hati Li dalam menyelamatkan rakyat jelata, maka bangsa Tionghoa selalu menggantung lentera merah pada setiap perayaan penting, seperti perayaan tahun baru imlek.

No comments:

Post a Comment